mardi 20 février 2007

Menjadi surveyor, antara tantangan dan dilema...

by: mas Opiq*

Being a 'juru ukur' or known as surveyor is very challenging, also pathetic..... why??

Mungkin ada beberapa orang yang tidak tahu apa itu surveyor.... atau ada segelintir orang di negeri yang luas ini yang hanya tahu bahwa surveyor itu adalah tukang ngukur tanah, yang kerjaannya 'ngeker-ngeker' di pinggir jalan pake alat yang seperti kamera tipi, ngekerin orang mandi di sungai ;)... hmmm, hanya segitukah pengetahuan orang tentang surveyor, sungguh menyedihkan...

Selama hampir 60 tahun pendidikan mengenai ilmu ukur tanah, pemetaan, geodesi, geomatika, atau apapun lah namanya di negeri ini, ternyata belum mampu menjelaskan kepada khalayak mengenai profesi surveyor. Kenapa? kenapa profesi ini tidak sepopuler arstitek, pelukis, sutradara, insinyur sipil..dll?

Itulah yang menjadi keprihatinan saya sebagai seorang yang berkecimpung di dunia survey dan pemetaan... maka, dengan curhat di blog ini semoga bisa menularkan dan mungkin ada solusi dari yang membacanya tentang masalah ini...

Ono gulo ono semut… ada profesi ada pekerjaannya.. berikut akan saya sampaikan sedikit mengenai arti dari surveyor. Surveyor : orang yang melakukan pekerjaan survey/pemetaan. Pekerjaan survey/pemetaan (surveying) sendiri adalah suatu teknik dan ilmu untuk menentukan posisi titik dalam suatu ruang 3D, menentukan jarak dan sudut diantara titik-titik tersebut dengan teliti. Posisi titik ini bisa berada di permukaan bumi di dalam bumi dan di luar bumi. Dalam rangka memenuhi sasaran dan maksud dari pekerjaan survey, seorang surveyor harus tahu prinsip geometri (ilmu ukur), rancang-bangun, matematika, fisika dan bahkan ilmu hukum.

Tanpa disadari, surveyor telah menjadi salah satu unsur penting dalam pengembangan lingkungan manusia sejak beberapa abad lalu. Profesi ini merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan hampir ditiap pekerjaan konstruksi.
Tapi koq ya masih belum pada ngerti gitu loh….

Jaman dahulu, seorang surveyor hanya memerlukan kompas dan meteran dalam melakukan pekerjaannya, seiring dengan perkembangan teknologi muncullah theodolit, merupakan cikal bakal alat ukur sudut teliti. Untuk pengukuran jarak, ditemukan lah EDM (electronic Distance Measurement) yang menggunakan prinsip cepat-rambat gelombang elektromagnetik dalam penentuan jaraknya. kemudian muncullah alat ukur yang menggabungkan EDM+Theodolit menjadi satu alat yang lebih praktis dan serba digital, Total Station. Cerita tadi merupakan salah satu perkembangan dunia surveying di dunia, terutama untuk land surveying (pemetaan darat), masih ada lingkup pekerjaan survey di laut ataupun udara yang mengalami perkembangan serupa. Bahkan saat ini, dalam teknologi pemetaan sudah menggunakan satelit GPS buatan Dep.
Pertahanan Amerika, GLONASS buatan Rusia dan Gallileo buatan Uni Eropa… canggih kan sebenarnya? Tapi koq ya masih belum pada ngerti gitu loh…


Ruang lingkup atau jenis pekerjaan survey ada berbagai macam, antara lain:
-
Survey batas: menentukan batas kepemilikan lahan atau wilayah. Jaman dulu sampai jaman sekarang orang bisa baku bunuh gara-gara sengketa batas wilayah. Untuk itu sangat perlu ditentukan batas aktual dilapangan dan kemudian didokumentasikan dalam sebuah peta agar orang lain tahu batas wilayah kita.
-
Survey deformasi: menentukan apakah stuktur atau object mengalami perubahan bentuk atau pergerakan. Diperlukan pengukuran 3D pada objek yang akan diukur dan dilakukan pengukuran kembali pada titik yang sama secara berkala. Hasil dari pengukuran kedua dan seterusnya dibandingkan dengan pengukuran pertama untuk dihitung besar pergerakannya. Jenis survey ini biasa dilakukan untuk pemantauan bendungan, rig platform, dan yang lagi hangat-hangatnya adalah penentuan nilai penurunan tanah akibat semburan lumpur di Porong, Sidoarjo.
-
Survey rekayasa: biasa dilakukan dalam pekerjaan konstruksi, baik itu pembuatan jalan, gedung, rel, dll. Sebenarnya pekerjaan survey dibidang rekayasa inilah yang banyak kita temui di setiap proyek pembangunan, tapi seringkali kegiatan survey-nya tidak diperhatikan oleh masyarakat karena masyarakat memandang proyek itu dari namanya, misal proyek jembatan layang Paspasti, proyek jalan tol… dan tentu saja yang dikenal adalah insinyur sipilnya, arsiteknya….dll.
-
Survey topografi: mengukur/memetakan permukaan bumi yang direpresentasikan dalam kumpulan titik-titik koordinat 3D kemudian biasa digambarkan dalam garis kontur (garis yang menghubungkan titik-titik yang tingginya sama).
-
Survey Hidrografi: survey yang dilakukan untuk memetakan topografi dasar laut untuk digunakan lebih lanjut dalam navigasi kapal, konstruksi lepas pantai, atau manajemen sumber daya laut.
-
Survey konstruksi: bisa dibilang merupakan bagian dari survey rekayasa, tetapi lebih spesifik ke bidang konstruksi.
-
Survey navigasi: untuk mengetahui posisi suatu wahana bergerak (misal kapal, pesawat terbang, mobil,rudal) sehingga bisa menentukan dan mengontrol apakah wahana tersebut berada dijalur yang aman, cepat dan sesuai rencana.
Dan masih banyak jenis pekerjaan survey yang lain,
Tapi koq ya masih belum pada ngerti gitu loh…

Di dunia kerja di tanah air ini, profesi surveyor masih belum bisa berkembang dan mengembangkan diri untuk meningkatkan eksistensinya… pada kenyataannya, banyak perusahaan yang masih menganggap surveyor itu sebagai profesi yang tidak memberikan kontribusi penting dalam pencapaian keuntungan perusahaan. Sehingga posisi seorang surveyor masih ditempatkan di level bawah….

Padahal apa bedanya dengan seorang geologist, mine engineer, insinyur sipil…, mereka tidak akan bisa merencanakan dan melakuan perkerjaan penambangan, pembangunan jalan dengan baik tanpa ada surveyor. Apakah bisa seorang insinyur sipil membangun jalan tol sepanjang 10km tanpa peta topografi, tanpa panduan pemasangan titik di lapangan, menghitung volume galian dan timbunan yang diperlukan tanpa seorang surveyor?
Apakah bisa seorang geologist menentukan posisi sumber minyak, memetakan jalur patahan dengan akurat tanpa seorang surveyor?

Itulah ironisnya, mungkin karena pengetahuan para pemilik dan pemangku jabatan tertinggi di perusahaan hanya mengenal dunia survey/pemetaan dari kulitnya saja, jadi mereka menggangap surveyor yang hanya begitu-begitu saja…

Untuk itu, ada baiknya juga buat para surveyor 'jual mahal' dikit kepada para peminta-minta jasa kita.. jangan sampai mereka menganggap kita sebagai seorang pembantu mereka dalam menyediakan data sehingga seenaknya saja menyuruh. Kita harus mulai menunjukkan kepada mereka bahwa profesi kita itu sejajar dan bahkan lebih penting daripada mereka.. menunjukkan bahwa hasil kerja kita sangat berperan dalam sebuah pekerjaan/proyek mereka... kita perlu menggalakkan arogansi profesi.

Salah satu hal yang membuat mereka agak melek tentang geodesi adalah masalah transformasi datum/koordinat. Ini saya alami sendiri ditempat kerja disaat ada kasus tumpangtindih kuasa pertambangan dengan perusahaan lain.


Dalam dunia pertambangan mineral dan batubara, pemerintah sendiri telah mengakui bahwa seorang juru ukur yang bekerja di pertambangan wajib memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh instansi terkait. Dan dijelaskan juga bahwa tanggungjawab seorang surveyor sangatlah besar dalam hal kelangsungan operasional dan keselamatan penambangan.
Tapi koq ya masih belum pada ngerti gitu loh…

* penulis adalah seorang Geodet berpengalaman yang bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan Selatan.

lundi 19 février 2007

Geodesi, Pengukuran dan Pemetaan untuk Awam

by: Lukas Silaban*

Keyword: Geodesy, Geodetic, Geodet, Survey, Mapping,
Peta, Geo-reference, Kartografer, Kartografi

Pendahuluan
Di dalam banyak bidang pekerjaan, kita sering
menggunakan sebuah peta sebagai dasar rencana kerja.
Kita sering tidak mengetahui bagaimana peta itu
dihasilkan, siapa yang terlibat, proses-proses yang
terjadi di dalamnya, bagaimana keandalan peta
tersebut.

Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan pemahaman
mengenai bagaimana proses pembuatan peta untuk dapat
dipahami oleh orang awam. Sebelum melangkah ke
pembahasan tersebut, saya memberikan pengertian
mengenai Geodesi dan Pengukuran terlebih dahulu.

Ketika saya menulis ini, saya semakin menyadari tidak
mudah untuk menerangkan sesuatu secara mudah.
Mudah-mudahan dengan adanya tulisan ini, orang-orang
yang awam dengan ketiga hal diatas tidak lagi menjadi
awam. Saya juga mengharapkan banyak masukan dari
teman-teman pembaca sekalian untuk memberikan masukan,
pertanyaan maupun komentar yang membangun melalui
kotak komentar yang ada di bagian bawah tulisan ini.

Geodesi
Geodesi adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang bentuk bumi. Disiplin ilmu ini telah
berabad-abad secara keras mencoba menentukan dimensi
bumi secara horizontal maupun vertikal. Eratosthenes
merupakan sebagai bapak ilmu Geodesi karena ia
diketahui sebagai yang pertama kali bereksperimen
dalam menentukan bentuk bumi. Saat ini, dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih, bentuk
bumi dipantau secara terus-menerus dengan mendirikan
ribuan titik kerangka di permukaan bumi yang
direferensikan pada satelit.

Cukup sulit untuk menjelaskan penerapan geodesi secara
mudah, tapi anda dapat membayangkan bahwa sebuah
bentuk dapat dibangun oleh banyak titik. Misalnya
garis, dibentuk oleh 2 titik, kemudian segitiga
dibangun oleh 3 titik, bola dibangun oleh banyak
titik, maka bumi juga dapat dimodelkan dengan banyak
titik. Titik-titik inilah yang disebut dengan ribuan
titik kerangka yang saya maksud diatas. Sehingga dari
titik-titik inilah dapat diturunkan model bentuk bumi.

Dengan mengacu pada model bentuk bumi tersebut kita
dapat membuat peta dunia, peta kota, peta jaringan
jalan, peta jaringan drainase, peta blok perumahan,
perhitungan pergerakan lempeng, penurunan lahan, peta
kedalaman laut peta daerah banjir, kenaikan muka air
laut, sistem informasi geografis (SIG / GIS), dan
sebagainya yang bersifat geo-refence atau bereferensi
bumi.

Pengukuran (Surveying)
Pengukuran adalah sebuah teknik pengambilan data yang
dapat memberikan nilai panjang, tinggi dan arah
relatif dari sebuah obyek ke obyek lainnya. Pengukuran
terletak diantara ilmu geodesi dan ilmu pemetaan.
Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar
referensi pengukuran, kemudian hasil pengolahan data
pengukuran adalah dasar dari pembuatan peta.

Untuk melakukan sebuah pengukuran diperlukan
perencanaan dan persiapan terlebih dahulu agar hasil
yang diperoleh dapat digunakan secara efektif dengan
waktu, biaya dan tenaga pengukuran yang efisien.

Pengukuran memerlukan alat ukur. Theodolite,
waterpass, meteran, total station, gps, echosounder,
sextant adalah contoh-contoh alat ukur.

Pemetaan
Pemetaan adalah proses pembuatan peta berdasarkan
olahan data hasil pengukuran. Bidang ilmu yang
mempelajari pembuatan peta ini disebut dengan
kartografi, sedangkan ahlinya adalah kartografer. Pada
saat ini, pembuatan peta lebih banyak dilakukan secara
digital karena lebih cepat, lebih teliti, tidak
memakan ruang dan dapat dianalisis ulang sebelum
diproduksi. Pemahaman yang baik mengenai Sistem
Proyeksi dan Sistem Koordinat bumi merupakan hal dasar
yang harus diketahui oleh seorang kartografer.

Sistem Proyeksi merupakan aturan, nilai-nilai dan
model yang memberikan nilai konversi ketika bentuk
bumi yang tidak datar dibuat menjadi datar atau dibuat
menjadi bidang proyeksi. Data hasil pengolahan
pengukuran yang dimasukkan ke dalam sebuah sistem
proyeksi akan mengalami pendataran dan memiliki
kesamaan secara bentuk atau sudut dalam skala
tertentu. Contoh sistem proyeksi adalah Mercator,
Transverse Mercator, Azimuthal, Conic, dsb.

Setelah melalui Sistem Proyeksi, data tersebut akan
melalui tahap pemetaan berikutnya yaitu pemberian
nilai koordinat dalam sebuah Sistem Koordinat. Sistem
ini membagi bidang proyeksi bumi ke dalam zona-zona
berukuran tertentu. Contoh Sistem Koordinat adalah
Universal Transverse Mercator yang membagi zona dalam
ukuran 6 derajat bujur serta 2 bagian bumi di lintang
utara dan lintang selatan.


Kesimpulan
Peta adalah sebuah model dari obyek atau banyak obyek
yang bereferensi bumi. Di dalam proses pembuatan peta,
ada banyak asumsi dan pemodelan yang dilakukan. Hal
ini dimulai ketika bumi dimodelkan secara geodesi,
diukur atau direkam dengan menggunakan asumsi-asumsi
dan metoda pengukuran tertentu, serta dipetakan ke
dalam bidang proyeksi dan koordinat tertentu.

Untuk memperoleh nilai asli di permukaan bumi dari
data peta, maka nilai yang ada di peta harus
dikonversi melalui kebalikan dari tahap-tahapan
seperti diatas.

Ketiga bidang tersebut memiliki ahlinya atau
spealisasi masing-masing. Geodet merupakan ahli
Geodesi, Surveyor merupakan ahli Pengukuran kemudian
Kartografer adalah ahli Pemetaan.

*Penulis adalah seorang Insinyur Geodesi yang bekerja di PT. Mitra Lingkungan Dutaconsult, Jakarta.

jeudi 15 février 2007

Surveyor berpengalaman Vs Surveyor sekolahan

by: Mas Opiq*

Wah, apa pula itu…?

Apa bedanya.....?

Apa yang ada dipemahaman orang umum khususnya di dunia pertambangan dan konstruksi, surveyor adalah sekelas operator, hanya yang ini alat yang dioperasikan adalah alat ukur. Dan tentu saja sangat memungkinkan hal itu dipelajari oleh orang yang sebelumnya nol di bidang survey/pemetaan, seperti orang yang belajar nyetir mobil. Awal mula karir surveyor berpengalaman biasanya ia bekerja sebagai helper surveyor yang bertugas memegang tongkat prisma/rambu, dan dengan bekal keingintahuan dan kesempatan dia mulai belajar sedikit demi sedikit mengoperasikan alat ukur serta teknik-teknik dasar survey. Hingga suatu waktu dia bisa mengoperasikan alat survey. Saat ada kesempatan untuk menjadi seorang surveyor di suatu perusahaan, melamar lah dia dan akhirnya diterima oleh perusahaan tersebut. Itulah yang bisa disebut sebagai surveyor berpengalaman.

Surveyor sekolahan lain lagi ceritanya, mereka memang sudah berniat untuk mendalami ilmu survey/pemetaan dari bangku sekolah, mulai dari tingkat D1 sampai S1. Khusus jenjang S1, sekolah survey/pemetaan dikenal sebagai Geodesi dan sekarang sedang memperkenalkan nama barunya sebagai Geomatika. Saat ini sudah ada beberapa perguruan tinggi yang mempunyai jurusan Geodesi/Geomatika, sebut saja ITB, UGM, ITENAS Bandung, ITS Surabaya, ITN Malang, bahkan dulu sempat ada di UNPAK Bogor. Nah, ilmu survey/pemetaan yang dipelajari di bangku sekolah tersebut sangat detail dan kompleks. Apa yang dipelajari oleh para surveyor berpengalaman adalah ilmu dasar yang diajarkan, pada tahap selanjutnya diberikan berbagai macam aplikasi, cabang, dan ragam dari ilmu survey/pemetaan baik itu pemetaan darat, pemetaan laut, pemetaan udara. Loh, emang udara bisa dipetakan? Tentu saja bisa, dengan teknologi dan teknik pengukuran yang makin canggih, kita bisa memetakan kandungan zat atau materi yang terdapat di atmosfer. Itulah yang dimaksud dengan pemetaan udara disini. Menarik bukan?

Apa nilai kurang dan lebih dari kedua jalur surveyor tersebut?

  1. Dari segi ilmu dan konsep survey/pemataan, jelas surveyor sekolahan lebih unggul, tapi dari segi kemampuan di lapangan, surveyor berpengalaman bisa lebih unggul.
  2. Di dunia kerja, banyak perusahaan yang masih mencari tenaga surveyor berpengalaman dibandingkan surveyor sekolahan, karena gaji untuk membayar lulusan SMA/STM tentu lebih kecil daripada D3/S1. Alasan efisiensi biaya, untuk apa membayar S1 yang mahal jika pekerjaan tersebut bisa dilakukan oleh SMA/STM? Itulah masalah yang menjadi dilema saat ini.. yang lebih parah lagi, jika perusahaan meminta seorang S1 dgn gaji SMA/STM…

Beberapa minggu lalu, saya mengikuti diklat sertifikasi juru ukur tambang yang dilaksanakan oleh pusdiklat direktorat teknologi mineral, batubara, gas dan panas bumi di Bandung. Dari 31 peserta, hanya 5 orang surveyor sekolahannya, sisanya yah surveyor berpengalaman yang saya ceritakan di atas.

Itulah realita yang ada di negara tercinta ini, tapi tetap kembali ke prinsip… “jika suatu urusan tidak dilakukan oleh ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”


Des06,OPIQ

* penulis adalah seorang Geodet berpengalaman yang bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan Selatan.