mardi 22 septembre 2009

Sharing bagian V : Peran Geodet dalam penanggulangan bencana

Ternyata profesi sebagai seorang Geodet tidak hanya melulu di industri migas saja, tapi sangat berguna juga untuk mitigasi bencana alam. Salah satu contohnya yang dilakukan oleh bung Farid di ujung barat Indonesia, tepatnya di Propinsi NAD. Bencana tidak bisa ditolak, tapi kita berusaha untuk meminimalisasi dampaknya terhadap kehidupan kita. Bravo buat bung Farid.
Selamat menikmati

Bagian V
Penulis : bung Farid
* Penulis bekerja di PT MLD (Mitra Lingkungan Dutakonsult) sebagai GIS Expert untuk NAD.

Sekedar berbagi cerita dan pengalaman,

Ga terbayang sebelumny urang bisa bekerja di dunia Pengairan, tapi jalurnya di GIS dan Modelling. Nama project yang dikerjakan sekarang adalah Sea Defence Projects yang kemudian dikenal Sea Defence Consultants (SDC), yang isinya merupakan konsorsium dari beberpa perusahaan yang bergerak di bidang Teknik Sipil, khusunya pengairan. Urang sendiri tercatat di PT. Mitra Lingkungan Dutaconsultant (MLD) yang merupakan satu manajemen dengan Bung Lukas, Bung Dedi Sutriyono, dan Ogiw 98.

SDC merupakan suatu project pendanaan dari Royal Netherland Embassy (Pemerintah Kerajaan Belanda)/hibah yang dikelola oleh DHV Belanda, DHV ini mitranya MLD, yang diperbantukan pada masa mulanya BRR. Jadi project ini pertamanya dikoordinir oleh BRR, kareana pada masa Rhabilitasi kemaren semua kegiatan harus lewat BRR. Pada Maret 2009 kemarin, masa tugas BRR telah habis, maka semua kegiatan dikembalikan ke pos-pos nya masing-masing. Khusus untuk SDC, sekarang berada dibawah Dirjen Pengairan kalau saya tidak keliru ya :D, maklum hanya technical staff.

Beranjak ke kegiatan-kegiatannya SDC cukup menantang dan mengasikkan kawan-kawan,
1. kegiatan pertama sewaktu bergabung di SDC adalah di Tsunami Modelling. Disana kegiatannya adalah menguji beberapa skenario gempa/melakukan simulasi sehingga nantinya apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau tidak. Adapaun besaran gempa yang digunakan dalam simulasi adalah mengikuti besaran Magnitude (Mw), bukan Skala Richter (SR). Sebagai informasi, gempa di Aceh kemarin jatuh di 9.2 Magnitude (Mw). Setelah beberapa skenario terkumpul, maka kita lakukan tahapan post-processing ke GIS Data dalam bentuk shapefiles tentunya dengan tahapan tertentu, untuk kemudian dibuat aplikasi yang kita namakan Risk Map. Aplikasi ini digunakan untuk monitoring input gempa yang terjadi sehingga masuk process di database, maka outputnya adalah apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau tidak. Kemudian si operator akan mnyalakan sirine tanda tsunami apabila terjadi gempa berpotensi tsunami. Kerjaan seperti ini tergabung di komnponen Tsunami Early Warning System (TEWS).

2. Selanjutnya adalah studi kajian Escape Building Inventory. Deskripsinya adalah menginventarisasi Bangunan Pelarian di daerah sekitar pesisir yang terkena tsunami. Data primernya adalah, model genangan tsunami hasil simulasi, dari situ kita bisa tau berapa ketinggian air di masing-masing tempat. Setelah itu kita tentukan titik-titik pelarian dan rute yang diperlukan dari pemukiman ke bangunan pelarian tersebut. Oh iya, bangunan pelarian tersbut harus di assesment juga berdasarkan ketinggian airnya. Bila 2 meter atau lebih maka bangunan ditingkat 2 (ada arsitek yang melakukan pekerjaan ini). Setelah konsep terncana, maka dilakukan latihan/drill di daerah yang dijadikan percontiohan dari mulai tanda sirine, sampai semua selamat ke tempat pengungsian. Kegiatan ini masih tergabung di komponen TEWS.

3. Berikutnya pekerjaan yang dilakukan adalah menganalisis daerah banjir, hal pertama yang dilalukan adalah melakukan simulasi banjir di suatu daerah tangkapan sungai (catchment area)/DAS/Basin, ah gimana enak nyebutnya saja. Dari data ini kita tau beberapa desa yang terkena banjir, tahunan, 5 tahunan, dan seterusnya, tergantung parameter simulasi yang diinginkan. Input data utamanya ternyata Geodesi banget kawan, Data surface, DEM, Cross Section, yaa disamping data-data debit dan curah hujan, dll. Dari data awal tersebut, kemudian dilakukan studi lapangan, langkah pertama yaitu quick scan, gunanya meng konfirmasi daerah-daerah banjir berbasis masyarakat. Setelah quick scan, data diproses terlebih dahulu dan akan ditentukan kemudian desa-desa yang paling parah terkena banjir. Setelah terpilih, dilakukan detailed assesment terhadap desa tersebut lewat tahapan Participatory Rural Appraisal (PRA)/Penilaian terhadap desa berbasis partisipasi masyarakat. Selanjutnya desa terpilih tersebut akan dijadikan model untuk SOP penanggulangan banjir untuk daerah tersebut. Kegiatan ini tergabung di komponen Flood Risk Management (FRM)/Pengelolaan Resiko Banjir.

4.......Bersambung dulu yaaak :D (masih banyak euy, ada Basin Water Management, Coastal Protection hehe)

--
Regards,
Wassalaamu 'alaikum wr. wb.


M FARID RAHMAN
Mobile: 081322529933

Sharing bagian IV : Real Time GIS

Sharing bung Eka dan bung Lucky ternyata membuat "panas" bung Baso. Geodet kita adalah salah satu dedengkot di bidang GIS terutama speciality Real Time GIS. Tidak tanggung², PTTI (PT Total Indonésie) sampai memperpanjang terus kontraknya dari tahun 2004 (CMIIW) sampe sekarang dan mungkin untuk tahun² selanjutnya.
Silakan menikmati

Bagian IV
Penulis : M. Yasir Andi Baso (bingung nyingkatnya euy)
* Penulis merupakan andalan PTFI (dijelaskan dalam tulisan terdahulu) untuk mengawal dan mengembangkan teknologi GIS di tracking vessel dept. nya.

Pinjam bandwith dikit yah... (yah sok² pinjam, bandwith nya kan masih nyisa² tuh....(red))
Menginjakkan kaki di ranah ini sungguh suatu anugrah bagi saya, ranah dimana berbagai macam ilmu berbaur menjadi satu. Yah.. ranah Real Time GIS. Suatu bidang yang tidak pernah dan tak boleh stagnan untuk developmentnya. Ranah ini bisa dikatakan didasarkan dari tiga issue, yang dalam kesempatan ini saya akan coba persempit untuk didunia oil and gas. tiga issue itu adalah Safety, Sekuriti and Efisiensi issue.
Untuk issue safety, yang umumnya diangkat adalah bagaimana operational di lapangan bisa berjalan sesuai dengan HSE program dari setiap masing-masing oil company atau KKKS isitilah keren bung Ektes. ada beberapa case yang bisa diangkat untuk issue ini, ambil contoh bagaimana management KKKS bisa mencapai zero accident atau zero LTI (lost time injury) pada sisi transportasi di lapangannya, atau bagaimana management dari KKKS dapat belajar dari accident yang sudah terjadi. nah disini, Real Time GIS bisa berperan sebagai tools safety campaign untuk keseluruh pihak yang terlibat di operational nya mereka.
Selanjutnya untuk issue Sekuriti, disini case yang sering dimanfaatkan adalah bagaiamana mengelola setiap unit produksi dalam hal ini platform contohnya agar tidak dimasuki oleh pihak yang tidak diinginkan. mengelola unit produksi yang berada di remote area yang unmanned condition adalah sangat penting, karena jika lengah maka unit produksi itu bisa shutdown yang artinya akan mengakibatkan kerugian yang tidak kecil bukan? Disini lagi lah, Real Time GIS itu sangat berperan agar setiap unit produksi itu bisa terkontrol dalam 24 jam secara continue dari pihak-pihak yang tidak berkenan. Pertanyaan selanjutnya, jika sudah terdeteksi, apa yang akan dilakukan? nah disini lagi RTG kembali berperan penting. Apa coba? mari kita liat issue selanjutnya?
Issue terakhir tapi tidak kalah penting adalah issue Efisiensi, masih berkaitan dengan case yang diangkat di issue kedua, setelah RTG mendeteksi, langkah selanjutnya apa? pengambilan decision yang harus mengutamakan kecepatan dan ketepatan. semuanya itu bisa dihandle oleh satu tools...yah Real Time GIS... Nah ada satu lagi case yang sangat sensitif di jaman krisis global sekarang...efisiensi fuel.. dijamin, kalo membicarakan ini, pasti ada pihak pro dan ada pihak yang kontra. Tapi yah itulah, efisiensi memang harus dilakukan terutama untuk sumber daya yang tidak bisa diperbarui lagi..dalam hal ini fuel (bahan bakar). Yap, lagi-lagi dengan Real Time GIS ini, KKKS bisa saving dari beberapa armadanya hingga melebihi dari nilai kontrak Real Time GIS itu sendiri. What the benefit?
Jadi kalo boleh saya singkatkan, dengan Real Time GIS, KKKS bisa efisiensi waktu dan budget mereka tanpa kehilangan hari kerja dan asset mereka. All for One and One for All..
Makasih gan, udah bisa berbagi bandwith dimalam ini...meski 4 lapis roti tak terasa habis sebagai cemilan dikala menulis ini.
--
Warm Regards,

Moh.Yasir Andi Baso

Sharing bagian III : Drilling

Memang bung Lucky ini, ide² untuk menulis tentang Geodet di migas masih banyak. Di bagian III ini beliau akan melanjutkan sharing tentang drilling dan hal² yang menyertainya. Tentu semua ini adalah bagian dari pekerjaan beliau semasa menjabat sebagai maager di PTFI, sehingga tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal ini.
Silakan menikmati.

Bagian III
Penulis : Lucky
* Penulis adalah salah seorang motivator entrepreunership. Cita²nya adalah punya perusahaan sendiri. Semoga cepat terlaksana bung Lucky, doa kami untuk anda.


Nah lanjut untuk tahapan eksplorasi berikutnya adalah tahap pengeboran (Drilling)

Dari data seismic yang ada, biasanya akan dilakukan pengecekan dengan melakukan pengeboran di sejumlah titik (atau dikenal dengan nama proposed well location). Sehingga akan didapatkan data yang lebih akurat dan kepastian mengenai cadangan minyak dan/atau gas yang terkandung. Biasanya pengeboran dilakukan oleh kapal (drilling vessel) dan juga rig (tergantung dari biaya, kedalaman laut, dll). Untuk spesifikasi kedalaman laut maka dikenal dengan nama swamp rig (untuk daerah rawa, kedalaman 5-15m), Jack-up rig (15-100m), semi-submersible rig (>100m).

Untuk tahap persiapan sebelum pengeboran biasanya dibutuhkan survey area di sekitar titik pengeboran dikenal dengan istilah geophysical site survey (atau site survey). Survey area biasanya berbentuk kotak (3x3km, 4x4km, dll) tergantung terhadap jenis rig/drilling vessel yang akan digunakan. Alat-alat yang biasa digunakan antara lain differential GPS (pastinya..), Echosounder single beam ataupun multibeam, Side scan sonar, USBL, Sub bottom profilling (Pinger, Boomer/Sparker), Magnetometer, analog vs digital, dll sesuai kebutuhan. Data akhir biasanya berupa peta bathymetri, seabed feature, profil penampang dibawah seabed, data magnetic area sekitar (terutama untuk eks lokasi perang), dll. Semua alat yang digunakan bergantung terhadap budget (echosounder vs multibeam, analog vs digital), kedalaman laut, dan kebutuhan lainnya. Surveyor tentu saja berperan penting dalam survey ini (dan biasanya menjadi team leader). Selain itu Geodesi juga berperan dalam data processor (terutama jika menggunakan multibeam). Salah satu kamerad yang saya kenal ahli dalam dunia multibeam adalah om Februs. Bagi yang ingin cerita lengkap multibeam yang penuh warna itu bisa menghubungi beliau. Dan tentu saja kawan2 dari geologi/geofisika (namanya juga geophysical site survey...) akan terlibat dalam survey ini untuk data yang memerlukan interpretasi (side scan sonar, sub bottom profilling, dll)

Selain data survey, data yang lain yang biasanya dibutuhkan sebelum pengeboran adalah data geotechnical. Data geotechnical ini didapatkan dari mengambil sampel2
tanah di bawah permukaan laut (seabed) dengan melakukan pengeboran di titik2 yang telah ditentukan di skitar area pengeboran. Surveyor biasanya assist dalam drilling vessel positioning. Perusahaan yang bermain di bidang geoteknik ini setahu saya adalah Fugro, Pageo, Horizon, dll. Jadi tidak semua perusahaan survey bermain dalam bidang geotechnic ini (biasanya terdiri dari kawan2 sipil dan geologist).

Data survey dan geoteknik ini nantinya akan dijadikan referensi, safety issue (terutama untuk jack-up rig), insurance, dan juga gambaran awal mengenai keadaan lingkungan sekitar tempat pengeboran. Setelah data didapatkan, maka rig akan segera bergerak menuju lokasi titik pengeboran dengan assist dari surveyor (dikenal dengan istilah rig move). Cerita lengkap dari rig move bisa kawan2 dapatkan dari om Kojek hehehe...

bersambung lagi ... (EPC --> Engineering, Procurement, dan Construction) --sekalian cerita ROV buat om Lukas


lucky

Sharing bagian II : Liku² tender blok migas

Sharing bagian I ternyata mengusik lamunan teman² yang lain dan menimbulkan ide untuk sharing lebih jauh soal liku² eksplorasi dan eksploitasi perminyakan di indonesia ditinjau dari segi administrasi.
Silakan menikmatin

Bagian II
Penulis: Eka Ristandi (bukan DJunarsyah)
* Penulis sampai saat ini masih setia berkantor di PT Patra Nusa Data setelah cita² menjadi mandor perkebunan kandas di tengah jalan....:)


Sedikit berbagi informasi masalah migas,
ada sedikit koreksi bang lucky, kontrak kerja sama pemerintah Indonesia dan perusahaan minyak untuk mengelola Blok Migas bukan antara oil comp dengan BPMigas, melainkan dengan Ditjen Migas. Kontrak kerjasama tersebut disebut PSC (Production Sharing Contract). oil comp disebut KKKS atau Kontraktor Kontrak Kerjasama yg dulu disebut KPS (Kontraktor Production Sharing). Biasanya kontrak blok migas ini berlangsung selama 30 tahun, yang setiap tahunnya ada penyisihan wilayah (relinquisment) jadi bentuk blok migasnya (yang kotak2, rege-rege) akan makin mengecil yang menandakan penyisihan dan dikembalikan lagi ke negara (beserta data-data nya).
Kembali ke PSC, setelah mendapat kontrak dari Ditjen migas, maka kegiatan eksplorasi dan produksi (EP) ini dimulailah. Nah perwakilan pemerintah sebagai pemantau kegiatan EP ini adalah BPMigas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas). Segala kegiatan eksplorasi produksi di blok migas harus mendapatkan approval BPMigas, terutama approval dana melalui AFE (Autorisize For Expenditure). Karena pada dasarnya semua kegiatan mereka biayanya akan ditanggungkan ke negara (via BPMigas) mangkanya setiap ada lambang perusahaan minyak pasti sebelah kirinya ada lambag BPMigas. Jadi yang banyak kegiatan EP itu bangsa kita juga lho, tapi dengan satu sarat perhitungan reinbursmentnya akan dihitung pada kapasitas produksi minyaknya. Jadi klo ngebor ga ada minyaknya sebenarnya tidak bisa direinburs ke pemerintah dan itu adalah resiko dari oil company ersebut. Nah disini lah dibutuhkan orng cerdas, kontraktor2 handal seperti teman2 kita ini.
Nah ada lagi BPHMigas atau lazim disebut BP Hilir, ini adalah perwakilan pemerintah untuk memantau industri hilir migas seperti halnya distribusi (shipping) migas dan pemasaran, jadi yang ngatur minyak itu dari stasiun, ke depo sampai ke konsumen ini adalah wewenangnya BPHMigas
kembali lagi, Nah bagaimana bagi hasilnya antara BPMigas dgn Oil Comp?
Saat ini, bagi hasil PSC biasanya 80% - 20% keuntungan, 80 buat pemerintah indonesia (BPmigas), 20 buat perusahaan minyak setelah cost recovery, alias semua biaya ongkos EP ditanggung oleh pemerintah kita. Nah yang nakal2 ini yang biasanya mainin cost recovery, inilah yang menjadi ribut kawan2 yang masih idealis dengan dana milik negara.
Jadi dapat dikatakan klo Ditjen Migas adalah regulator, Klo BPMigas adalah eksekutor untuk kegiatan EP, selain regulator Ditmen migas juga berfungsi dalam mencari potensi2 reservoir migas di blok2 baru, nah disini lah ada yang namanya spek survey seismic
Nah Patra Nusa Data (PND) tempat sy kerja adalah perwakilan Ditjen Migas tersebut yang mengelola data-data hasil relinquisment, dikelola, direprocessing, diberikan nilai tambah lalu ditawarkan lagi ke investor baru yang berminat mengelola blok tersebut saat oil comp yang sebelumnya sudah habis masa kontrak nya (yang 30 taun itu), jadi terus aja berputar data-datanya.
Mungkin sedikit bagi-bagi informasi dari saya,
saya bermimpi pengen beli blok migas...

eka

Sharing bagian I : Sekilas pandang dunia migas

Setelah sekian lama mati suri, baru sekarang saya bisa mengirim cerita baru lagi tentang Geodet.
Cerita ini berasal dari teman² seangkatan yang telah kenyang merasakan asam garam sebagai seorang Geodet.
Selamat menikmati.

Bag I
Sharing dari Bung Lucky
* Penulis saat ini bekerja untuk FSME (Fugro Survey Middle East). Sebelumnya beliau ini adalah salah seorang manager di PTFI (bukan PT Freeport Indonesia tapi PT Fugro Indonesia)


Dear rekans,

Sekedar mencoba untuk sharing mengenai kebutuhan survey khususnya
untuk Oil and Gas.Ceritanya mungkin bisa kita mulai dari tahapan
Eksplorasi, Eksploitasi, Construction, dan Maintenance.

Setelah mendapat izin kerjasama dari pemerintah (BP Migas) untuk
mendapat sebuah/beberapa block migas, sebuah perusahaaan minyak akan
segera melakukan tahapan eksplorasi (feasibility study, menghitung
cadangan, layak dan tidaknya ditambang,dsb). Nah, tahapan yang paling
penting dari eksplorasi ini salah satunya adalah Survey Seismic.
Survey Seismic ini biasanya dilakukan dalam area yang cukup luas dan
biaya yang cukup besar. Oleh karena itu survey seismic biasanya
berlangsung cukup lama dan gaji surveyor/navigator/processor pastinya
cukup menggiurkan. Mengenai apa fungsi surveyor/navigator, dan
processor di survey seismic mungkin uuk riza lebih paham :).

Untuk survey seismic company yang cukup terkenal dan familiar adalah
Geokinetic (hehe urang sebut lebih dulu soalnya uuk disana), PGS
(Aboy'97), Schlumberger Western Geco (widi'94), cgg veritas, global
geophysical (Ichal'98, Menir'97), Fugro Geoteam, dll.

Dalam melakukan survey seismic terkadang menggunakan jasa "Survey
Company" (Fugro, Pageo, Seascape, MGS, dll) untuk melakukan pengecekan
area terlebih dahulu (biasa disebut scouting survey). Istilahnya
bersih2 dulu biar streamer ga nyangkut dimana2. Mengenai apa itu
streamer biar nanti uuk yang ngejelasin. Lalu biasanya juga diadakan
kerjasama mengenai positioning dan juga tracking vessel.

Selain itu peran GD dalam tahapan eksplorasi ada di bidang GIS. Hasil
olahan dari seismic biasanya bisa memberikan gambaran apakah blok
tersebut cukup layak ditambang atau tidak. Mungkin bung Ektes bung
Gobed dari PND bisa menambahkan.

Intinya klo bung lukas menanyakan ada berapa perusahaan Geoservices..
cuman ada satu bisa dilihat di www.geoservices.com. Perusahaan ini
biasanya bermain di tahapan eksploitasi (drilling engineering).

Bersambung....

salam hangat,
lucky